IKLAN

Minggu, 10 November 2013

KONSTRUKSI GROUNDED TEORI-Oleh: Kathy Charmez

Saidna Zulfiqar bin Tahir 
Ajakan penggunaan Grounded Teori (GT) dalam projek penelitian Kualitatif adalah untuk mengembangkan analisis konsep materi, karena melalui GT dapat membantu bagaimana memulai, melaksanakan, dan menyelesaikannya.
Karena GT adalah metode yang sistematik, fleksibel dalam pengumpulan dan analisa data kualitatif untuk membangun teori ‘Grounded’ dari data itu sendiri dan dapat melengkapi pendekatan kualitatif lain dalam menganalisis data dan berfungsi sebagai cara untuk mempelajari dunia, juga sebagai suatu metode pengembangan teori dalam memahami dunia. Untuk itu, diperlukan pengumpulan data sebagai materi dalam melakukan analisa secara signifikan. Data itu dapat memperkaya, jika benar-benar detail, terfokus dan padat tentang pandangan partisipan, perasaan, keinginan, tingkah laku dan konteks social dimana mereka berada. Data itu dapat diperoleh dengan menggunakan metode yang baik yang akan menjawab pertanyaan penelitian secara kreatif dan akurat. Bagaimana data yang dikumpulkan mempengaruhi phenomena, bagaimana, dimana, dan kapan data itu diperoleh, serta apa makna yang diperoleh dari data itu.
Data deperoleh melalui wawancara intensif dan mendalam melalui negoisasi dan establishing rapport untuk mengeksplorasi topik tertentu terhadap seseorang yang memiliki pengalaman yang relevan dengan topic penelitian. Disamping itu, data juga diperoleh melalui analisa tekstual dari berbagai sumber dan dokumen yang berhubungan dengan partisipan termasuk juga pertanyaan-pertanyaan terbuka yang diperoleh dari partisipan. Teks-teks itu sebagai bukti dan dianalisis bagaimana para partisipan mengungkapkan ide, mempraktekkannya dalam budaya mereka sehari-hari. Dalam menganalisa data, GT tentunya membutuhkan pengkodean dalam mengkategorisasikan segmen setiap data dengan penamaan singkat kemudian meringkas dan memasukannya pada masing-masing kategori. Pengkodean ini menunjukkan bagaimana peneliti mengseleksi, memisahkan, dan mengsortir data dalam memulai setiap analisis.
Pengkodean dalam GT terdiri dari: Initial Coding, dimana peneliti mempelajari bagian-bagian data (kata demi kata, baris/paragrap, bagian, dan kejadian) yang sangat dekat dengan analisisnya, dimana informasi dari responden dianalisa dari waktu ke waktu yang juga disebut dengan In Vivo Coding. Sedangkan Focus Coding adalah peneliti menseleksi data yang terlihat sangat berguna yang ditemukan ketika melakukan initial coding, data ini kemudian diuji secara lebih intensif dengan membandingkan data-data yang ada dan juga data dengan kode yang telah ada. Disamping dua pengkodean ini, Strauss & Corbin (1990) menambahkan pengkodean tipe ketiga yaitu Axial Coding yang berhubungan dengan pengkategorian terhadap subkategori yang lebih dispesifikasikan dimensinya pada tahap open coding dan dirujuk secara bersama untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan, kapan, dimana, mengapa, siapa, bagaimana dan dengan apa. Dengan pertanyaan-pertanyaan ini, peneliti dapat dengan cermat menggambarkan pengalaman yang dialami dan yang terjadi. Selain itu, juga terdapat Theoritical Coding yang merupakan proses pengkodean informasi setelah pengkodean pada tahap Focus Coding untuk lebih mengspesikasikan lagi kemungkinan hubungan antara setiap kategori yang telah dikembangkan. Data itu kemudian lebih direduksi terhadap prakonsepsi dan ditransformasikan ke dalam kode untuk memperoleh data yang lebih akurat lagi.
Peneliti kemudian melakukan proses analisa dengan menuliskan catatan-catatan analitik yang disebut dengan Memo. Memo adalah esensi antara langkah pengumpulan data dengan penulisan draf penelitian. Ia dianggap sangat penting dalam penelitian GT karena mendorong peneliti dalam menganalisa data dengan cepat dalam pengkodean pada proses penelitian. Peneliti memulainya dengan menuliskan kode-kode dan data berdasarkan kategori-kategori teoritis selama proses penelitian berlangsung. Metode penulisan memo bertumpu pada pembuatannya secara spontan bukan secara mekanis dan dapat dilakukan dengan mendefinisikan setiap kode atau kategori, membuat perbandingan antara data dengan data ataupun data dengan kode, persipkan bukti-bukti empiris secukupnya yang dapat mendukung pendefinisian, mengidentifikasi perbedaan dalam menganalisa, dan menginterogasikan sebuah kode atau kategori dengan pertanyaan.
Pertanyaan-pertanyaan itu akan mengarahkan peneliti kepada tujuan dan bagaimana melaksanakannya dengan cepat serta apa yang akan diperoleh kelak. Sehingga dibutuhkan Theoritical Sampling yang akan menuntun peneliti untuk melacak kembali semua tahap yang telah dilalui, atau mengambil sebuah cara ketika terdapat kategori yang penting. Dengan cara ini, peneliti lebih dapat menulis banyak lagi dalam menganalisa. Theoritical sampling adalah pencarian terhadap data-data yang relevan untuk mengembangkan sebuah teori. Tujuannya adalah mengelaborasi dan menyaring setiap kategori untuk mengkonstruksikan teori dengan cara menteoritiskan sampling demi sampling dan mengembangkan bentuk-bentuk kategori yang ada hingga tidak ditemukan lagi bentuk yang baru yang disebut dengan Saturation Theoritical Categories dimana tidak ada lagi kategori yang baru alias data telah jenuh. Data itu kemudian disortir dan dipilah-pilah, dibuat dalam bentuk bagan (diagramming) dan menghubungkan antara memo yang ada dengan hal-hal yang berkaitan dengan proses kemudian menarik kesimpulan dari hasil analisa dan fikiran.
Sebelum merekonstruksikan teori, seorang peneliti GT harus memahami apa itu teori dari pandangan para ahli, baik dari positivism yang menyatakan bahwa teori adalah sebuah pernyataan hugungan antara konsep yang abstrak berdasarkan observasi empiris, maupun konstruktivism dan sebagainya. Memformulasikan sebuah teori dalam GT dapat dilakukan dengan kritik dan pembaharuan berdasarkan empiris, kategori, predisposisi, proses yang tersurat, hubungan antara variabel, penjelasan, pemahaman abstrak, dan pendiskripsian. Untuk mengembangkan kepekaan sebuah teori harus lebih mempelajari kehidupan dari berbagai sudut pandang, membuat perbandingan, mengikuti tuntunan, dan membangun ide.

Ide-ide itu kemudian dituliskan dalam draft temuan-temuan baru disertai revisinya, mengkonstruksikan argument yang persuasive dan cocok dengan GT, memeriksa ulang semua kategori untuk mengukur atau sebagai tolak ukur terbentuknya inti dari naskah tulisan itu. Potensi GT terletak pada kekuatan analisis untuk menteorikan bagaimana makna, tindakan, dan struktur social itu dikonstruksikan.  Proses penemuan dalam GT diperluas dalam penulisan dan kembali melakukan penulisan berdasarkan fasenya. Dengan penulisan draft ini, peneliti dapat menemukan argument-argumen yang tersirat, menyediakan konteksnya, memperluas hubungannya dengan berbagai literature, menguji ulang kategori, mempresentasikan analisis, dan menyediakan data pendukung terhadap argument yang telah dianalisa. Penulisan ini tidak semata-mata sebagai sebuah laporan, akan tetapi dengan mempelajari dan mentoleransi keambiguan dalam proses dan diakhiri dengan menyertakan kesan pengelolaan sebagai suara penulis yang mengalir dengan pasti. Peneliti harus membahasakan hasil analisanya dengan pertanyaan So What? Sehingga muncul argument yang kuat sebagai jawaban, karena ia mengklaim secara tersirat mengapa GT memberikan kontribusi teori yang sangat signifikan. Argument itulah yang menjadi sebuah produk dari hasil bergumul dengan materi dan empiris.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar