Saidna Zulfiqar bin Tahir
Ajakan
penggunaan Grounded Teori (GT) dalam
projek penelitian Kualitatif adalah untuk mengembangkan analisis konsep materi,
karena melalui GT dapat membantu bagaimana memulai, melaksanakan, dan
menyelesaikannya.
Karena GT adalah metode yang sistematik, fleksibel dalam
pengumpulan dan analisa data kualitatif untuk membangun teori ‘Grounded’ dari data itu sendiri dan
dapat melengkapi pendekatan kualitatif lain dalam menganalisis data dan
berfungsi sebagai cara untuk mempelajari dunia, juga sebagai suatu metode
pengembangan teori dalam memahami dunia. Untuk itu, diperlukan pengumpulan data
sebagai materi dalam melakukan analisa secara signifikan. Data itu dapat
memperkaya, jika benar-benar detail, terfokus dan padat tentang pandangan
partisipan, perasaan, keinginan, tingkah laku dan konteks social dimana mereka
berada. Data itu dapat diperoleh dengan menggunakan metode yang baik yang akan
menjawab pertanyaan penelitian secara kreatif dan akurat. Bagaimana data yang dikumpulkan mempengaruhi phenomena, bagaimana, dimana, dan kapan data
itu diperoleh, serta apa makna yang
diperoleh dari data itu.
Data
deperoleh melalui wawancara intensif dan mendalam melalui negoisasi dan establishing rapport untuk
mengeksplorasi topik tertentu terhadap seseorang yang memiliki pengalaman yang
relevan dengan topic penelitian. Disamping itu, data juga diperoleh melalui
analisa tekstual dari berbagai sumber dan dokumen yang berhubungan dengan
partisipan termasuk juga pertanyaan-pertanyaan terbuka yang diperoleh dari
partisipan. Teks-teks itu sebagai bukti dan dianalisis bagaimana para
partisipan mengungkapkan ide, mempraktekkannya dalam budaya mereka sehari-hari.
Dalam menganalisa data, GT tentunya membutuhkan pengkodean dalam
mengkategorisasikan segmen setiap data dengan penamaan singkat kemudian
meringkas dan memasukannya pada masing-masing kategori. Pengkodean ini
menunjukkan bagaimana peneliti mengseleksi, memisahkan, dan mengsortir data
dalam memulai setiap analisis.
Pengkodean
dalam GT terdiri dari: Initial Coding,
dimana peneliti mempelajari bagian-bagian data (kata demi kata, baris/paragrap,
bagian, dan kejadian) yang sangat dekat dengan analisisnya, dimana informasi
dari responden dianalisa dari waktu ke waktu yang juga disebut dengan In Vivo Coding. Sedangkan Focus Coding adalah peneliti menseleksi
data yang terlihat sangat berguna yang ditemukan ketika melakukan initial coding, data ini kemudian diuji
secara lebih intensif dengan membandingkan data-data yang ada dan juga data
dengan kode yang telah ada. Disamping dua pengkodean ini, Strauss & Corbin
(1990) menambahkan pengkodean tipe ketiga yaitu Axial Coding yang berhubungan dengan pengkategorian terhadap
subkategori yang lebih dispesifikasikan dimensinya pada tahap open coding dan dirujuk
secara bersama untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan, kapan, dimana, mengapa, siapa, bagaimana dan dengan apa. Dengan pertanyaan-pertanyaan
ini, peneliti dapat dengan cermat menggambarkan pengalaman yang dialami dan
yang terjadi. Selain itu, juga terdapat Theoritical
Coding yang merupakan proses pengkodean informasi setelah pengkodean pada
tahap Focus Coding untuk lebih
mengspesikasikan lagi kemungkinan hubungan antara setiap kategori yang telah
dikembangkan. Data itu kemudian lebih direduksi terhadap prakonsepsi dan
ditransformasikan ke dalam kode untuk memperoleh data yang lebih akurat lagi.
Peneliti
kemudian melakukan proses analisa dengan menuliskan catatan-catatan analitik
yang disebut dengan Memo. Memo adalah
esensi antara langkah pengumpulan data dengan penulisan draf penelitian. Ia
dianggap sangat penting dalam penelitian GT karena mendorong peneliti dalam
menganalisa data dengan cepat dalam pengkodean pada proses penelitian. Peneliti
memulainya dengan menuliskan kode-kode dan data berdasarkan kategori-kategori
teoritis selama proses penelitian berlangsung. Metode penulisan memo bertumpu
pada pembuatannya secara spontan bukan secara mekanis dan dapat dilakukan
dengan mendefinisikan setiap kode atau kategori, membuat perbandingan antara
data dengan data ataupun data dengan kode, persipkan bukti-bukti empiris
secukupnya yang dapat mendukung pendefinisian, mengidentifikasi perbedaan dalam
menganalisa, dan menginterogasikan sebuah kode atau kategori dengan pertanyaan.
Pertanyaan-pertanyaan
itu akan mengarahkan peneliti kepada tujuan dan bagaimana melaksanakannya
dengan cepat serta apa yang akan diperoleh kelak. Sehingga dibutuhkan Theoritical Sampling yang akan menuntun
peneliti untuk melacak kembali semua tahap yang telah dilalui, atau mengambil
sebuah cara ketika terdapat kategori yang penting. Dengan cara ini, peneliti
lebih dapat menulis banyak lagi dalam menganalisa. Theoritical sampling adalah pencarian terhadap data-data yang
relevan untuk mengembangkan sebuah teori. Tujuannya adalah mengelaborasi dan
menyaring setiap kategori untuk mengkonstruksikan teori dengan cara
menteoritiskan sampling demi sampling dan mengembangkan bentuk-bentuk kategori
yang ada hingga tidak ditemukan lagi bentuk yang baru yang disebut dengan Saturation Theoritical Categories dimana tidak ada lagi kategori yang baru
alias data telah jenuh. Data itu kemudian disortir dan dipilah-pilah, dibuat
dalam bentuk bagan (diagramming) dan
menghubungkan antara memo yang ada dengan hal-hal yang berkaitan dengan proses
kemudian menarik kesimpulan dari hasil analisa dan fikiran.
Sebelum
merekonstruksikan teori, seorang peneliti GT harus memahami apa itu teori dari
pandangan para ahli, baik dari positivism yang menyatakan bahwa teori adalah
sebuah pernyataan hugungan antara konsep yang abstrak berdasarkan observasi
empiris, maupun konstruktivism dan sebagainya. Memformulasikan sebuah teori
dalam GT dapat dilakukan dengan kritik dan pembaharuan berdasarkan empiris,
kategori, predisposisi, proses yang tersurat, hubungan antara variabel,
penjelasan, pemahaman abstrak, dan pendiskripsian. Untuk mengembangkan kepekaan
sebuah teori harus lebih mempelajari kehidupan dari berbagai sudut pandang,
membuat perbandingan, mengikuti tuntunan, dan membangun ide.
Ide-ide
itu kemudian dituliskan dalam draft temuan-temuan baru disertai revisinya,
mengkonstruksikan argument yang persuasive dan cocok dengan GT, memeriksa ulang
semua kategori untuk mengukur atau sebagai tolak ukur terbentuknya inti dari
naskah tulisan itu. Potensi GT terletak pada kekuatan analisis untuk
menteorikan bagaimana makna, tindakan, dan struktur social itu
dikonstruksikan. Proses penemuan dalam
GT diperluas dalam penulisan dan kembali melakukan penulisan berdasarkan
fasenya. Dengan penulisan draft ini, peneliti dapat menemukan argument-argumen
yang tersirat, menyediakan konteksnya, memperluas hubungannya dengan berbagai
literature, menguji ulang kategori, mempresentasikan analisis, dan menyediakan
data pendukung terhadap argument yang telah dianalisa. Penulisan ini tidak
semata-mata sebagai sebuah laporan, akan tetapi dengan mempelajari dan
mentoleransi keambiguan dalam proses dan diakhiri dengan menyertakan kesan
pengelolaan sebagai suara penulis yang mengalir dengan pasti. Peneliti harus
membahasakan hasil analisanya dengan pertanyaan So What? Sehingga muncul
argument yang kuat sebagai jawaban, karena ia mengklaim secara tersirat mengapa
GT memberikan kontribusi teori yang sangat signifikan. Argument itulah yang
menjadi sebuah produk dari hasil bergumul dengan materi dan empiris.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar